Senin, 28 Februari 2011

Burung Dihabisi, Deni Hanya Mesem-mesem Sendiri

Oleh Hujan Tarigan


Ini tjeritera lama sekali dan pernah terdjadi di masa-masa kepemipinan goubernement Soetijoso atawa bang Jos  jang berkoeasa di Batavia atawa Djakarta. Ini tjerita tjoerahan hati seorang daripada lelaki jang hantjoer djiwanya ketika seekor daripada oenggasnja ikoet dibantai dalam operatie final solution memeangi viroes daripada floe boeroeng.  Simaklah naratie antara saja dan lelaki itoe.

Genosida atas suatu ras terkuat kepada bangsa yang lemah. Jangan ditiru adegan ini kecuali atas perintah kepala daerah

 “Sekarang mau nyenangin diri sendiri saja susah. Dapat kerja susah, pelihara burung tak boleh.” kata Deni, sambil tersenyum satir. Lelaki pengangguran itu tampak kusut setelah seharian tidak melakukan apa-apa. Kalau dulu, dia biasa memakai kekosongan waktunya dengan bermain burung dara, tetatpi sekarang lelaki yang hanya tamatan SMEA itu cuma termangu-mangu di depan beranda rumahnya.


Djangan ditiroe, ketjoeali seidjin manteri!

Bermain burung adalah salah satu hal yang membuat Deni lupa pada keterhimpatan desakan keluarga. Memelihara burung dan memberi pakan kepada enam ekor burung dara peliharaannya adalah hal yang paling menghibur.

Lelaki yang punya banyak pengalaman kerja paruh waktu tersebut mengakui, sudah dua tahun lebih memiliki dan memelihara unggas. Unggas-unggas tersebut dia beli dari pasar burung Pramuka. Dua ekor diantaranya merupakan pemberian dari tetangganya.

Deni mengakui sempat tak ambil pusing ketika virus flu burung sempat menghantui lingkungan tempat dia tinggal. Malahan tahun lalu, daerah pinggiran rel, Pisangan Baru, Jakarta Timur sempat masuk ke dalam peta endemis virus H5N1.

“Tahun lalu sih memang ada yang kena flu burung di sini. Tetapi itu kan sudah selesai. Kita diberikan kelonggaran untuk memelihara burung. Dan juga burung kita diberi obat.”  kata  Deni sambil memainkan kepulan asap rokoknya.

Tahun ini, Pisangan Baru, Jakarta Timur kembali masuk ke dalam peta kawasan endemis virus H5N1. Namun agaknya meski sudah diminta kesediaannya untuk menyerahkan unggas-unggasnya, Deni tetap tak mau menyerahkan unggas-unggas miliknya. Bahkan dia mengaku tak takut dengan ancaman yang dikeluarkan pemerintah DKI Jakarta yang mengusir penduduk yang tidak mau menyerahkan unggas.

“Saya cuma punya unggas. Apa-apa tak ada. Masa sih, saya harus diusir hanya karena tak mau menyerahkan unggas saya?” tanya lelaki itu.

Deni mengaku tidak keberatan unggasnya diambil, asalkan unggasnya terbukti terjangkit wabah flu burung. Bila memang terbukti, dirinya sendiri yang akan menyerahkan burung-burung miliknya ke kelurahan. “Burung itu kan mahluk ciptaan Allah, kok diperlakukan seenaknya sendiri sih? Kalau memang mau melenyapkan virusnya, bukan begitu caranya,” kata Deni sambil menggerutu.

Sampai sekarang Deni masih terkenang dengan keenam burung kesayangannya. Bagi dia, tarian burung di waktu sore adalah pengusir kelelahan jiwa dari keputus asaan ekonomi yang menghimpit.

“Kalau mau adil, semua burung di Jakarta ini dihabisi, jangan ada yang tersisa. Termasuk mengeluarkan sertifikat burung yang boleh hidup. Kalau mengeluarkan surat itu tetap dilakukan, artinya orang miskin seperti saya memang tak pantas mendapatkan apa-apa, bahkan hiburan dari seekor burung,” kata dia sambil mesem-mesem sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan

Disclaimer

Selamat datang di C3 Hujan Tarigan. Semua tulisan yang ada di blog ini dapat diapresiasi secara bebas. Silakan mengutip sebagian atau seluruh tulisan asal dengan catatan menyebutkan nama penulis dan alamat Catatan Catatan Cacat. Terima kasih atas kunjungan Anda. dan jabat erat dari Saya.