Tampilkan postingan dengan label Prosa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Prosa. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 November 2016

"Pedagogi"



Oleh: Hujan Tarigan

Sekelompok kaum tengah merayakan keberhasilannya memasang api unggun di dalam gua. Mereka menari, merayakan bayangannya sendiri. Mereka takjub dengan penemuan teknologi.

Jelang dinihari, manusia gua mulai panik. Api yang menyala mulai padam cahayanya. Samar dan kian redup, bayangan di dinding gua mulai menghilang. Kegelapan mulai pasti menyelubungi. Manusia gua bergandengan tangan menatap pesta api yang beranjak kelam. Mereka bertangisan, mengharap bayangan mereka sendiri kembali hadir dan menghibur mereka.

Stasiun Binjai, 29/11/2015


Senin, 04 Juli 2016

Induksi

Oleh: Hujan Tarigan

Diam-diam, Tom dan Jerry sama-sama merindukan. Mereka akan saling mencari apabila salah satu dari mereka tidak berada di lokasi syuting. Tom dan Jerry hidup saling bergantungan. Tom membutuhkan Jerry agar dapurnya ngebul, dan Jerry pun membutuhkan Tom, agar anak-istrinya bisa makan.

Senin, 19 Januari 2015

Extra Ghost Attack!

Oleh Hujan Tarigan

 DEMIKIANLAH yang terjadi. Ketika mentari terbit dari rerimbunan impian liar tentang masa depan yang gilang gemilang. Maka kita akan melihat wangsa Malena berjalan dengan wajah menghadap ke belakang sambil terus mengeluarkan umpatan dari mulut mereka yang dihuni sebarisan gigi rusak dan wajah awet oleh plastik dan karet. Mereka adalah kaum yang gusar. Gelisah akan sapaan matahari di kala mengawali hari mereka yang dipenuhi segenap penyesalan dengan mimpi-mimpi yang ditawarkan iklan sejak generasi sebelum mereka.

Maka dengan dibantu beberapa pengawal setianya, berdirilah Onabe, kepala suku Malena di atas hamparan permadani yang terbuat dari kulit rusa terakhir yang hidup di atas hutan Malena. Wajahnya ketat. Awet dirawat silikon dengan beberapa tonjolan di pipinya meleleh membentuk tonjolan pipi yang baru, sehigga wajahnya yang awet itu jadi tampak seperti memiliki tiga pipi.

Senin, 29 Desember 2014

Tentang Harta Anton Bisa


Oleh: Hujan Tarigan

Kalian pasti tahu siapa Anton Bisa.  Lelaki yang tak habis menjadi bahan cerita itu benar-benar sosok yang mengagumkan. Dia menjadi inspirator sepanjang sejarah, karena satu kata yang keluar dari mulutnya mampu menggerakkan sistim sel saraf motorik dan otot- otot pendengarnya untuk mengikuti anjuran dan teriakannya yang memang penuh optimistik serta bertenaga.

“Bisa” adalah satu kata yang mampu meruntuhkan tiang langit sekaligus menegakkannya kembali. Dan kunci kesuksesan Anton Bisa adalah di sana.

Rabu, 17 Desember 2014

Jahitan

Oleh: Hujan Tarigan

Saiman suka menolong orang. Sifat itu sudah hidup dan menghidupi  penjahit baju itu. Akibatnya, bisnis yang dikelolanya sepanjang 10 tahun berjalan lambat seperti bekicot. Siang malam dia menjahit dan nyaris tak pernah kenal dengan istilah liburan. Orderan banyak, klien umumnya merasa puas dengan hasil kerja Saiman. Terutama, bagi mereka yang berkantong cekak. Saiman menjadi pilihan utama karena tak pernah pusing dan bertekak mengenai  tarif jasanya.

Senin, 29 September 2014

Jepang

(Untuk Sahabatku, Momoi, Rista dan Brewok. Kita masih berjuang mengenyahkan kutukan itu kawan!)

Aku sudah muak hidup miskin. Sudah muak! Muak sekali. Muak banget. Sampai pernah terlintas di kepalaku untuk mengakhirinya dengan membobol toko spare part milik Koh A Seng di jalan Ranupane itu! Najis!

Sejak matahari terbit sampai hari berganti, usaha yang kukerjakan tetap tak mampu mengangkat kehidupanku dari liang kemiskinan. Aku tetap papa. Dan bengkel itu! Dan bengkel itu tetaplah bengkel milik Mas Tarjo. Dan aku tetap saja buruhnya yang sejak pagi hingga malam selalu kotor belepotan oli. Sial! Lima tahun! Siapa yang bisa bayangkan? Sejak aku duduk di bangku STM, aku sudah bekerja di sana. Dan hingga hari ini, statusku hanya montir biasa, dengan gaji yang hanya cukup membayar utang piutangku di warung Mba Mien.

Bonfire of Liberties atawa Balada Negeri Tanpa Buku

“Ini barang terakhir yang bisa terselamatkan. Jagalah dan rawat. Kalau memungkinkan, perbanyak!” ujar lelaki itu sambil mengeluarkan bungkusan dari balik jaket kulitnya.
“Mau ke mana kau?”
“Menjemput maut!” jawab lelaki berjaket kulit sambil melangkah tergesa-gesa hingga akhirnya menghilang di temaram senja.

Ketika Penyair SS Curhat...

Sebagai seorang pendukung Pilkada Lewat DPRD, Penyair Lintas Galaksi, Si Sompret kecewa karena sudah dituduh terlibat atas kematian demokrasi, pembunuhan hak rakyat, perampok suara jelata dan macam lagi sebagainya....
Sambil terisak-isak, penyair gagal menjadi salon itu datang ke pertepaanku dan curhat dan nangis, dan meraung.... dia begitu tampak nelangsa dan nestapa akibat pilihannya.

Senin, 01 September 2014

Metamorfosa Kera (cuplikan adegan)


"Dulu, nenek moyang kita memiliki teknologi sosial media yang lebih canggih dari twitter dan Facebook. Sayangnya, kecanggihan media itu membuat banyak dari pendahulu kita malah tumbuh menjadi sebaliknya. Mereka menjadi asosial. Asik dengan semacam blackberrynya masing-masing. Mereka pesan makanan, minuman, pelayanan seksual, dan mereka bercinta pun di dunia digital. Dunia berjalan dengan tak wajar, sehingga akhirnya musim pun berjalan dengan tak teramal. Nenek moyang kita lupa bahwa ketika itu sebuah keadaan berbahaya tengah mengintip kehidupan umat manusia di dunia. Hingga satu ketika.... tiba-tiba twitter dan facebook menghilang dari dunia. Nenek moyang kita menjadi mahluk ambigu dan gagap kenyataan. Mereka menjadi murung. Galau dan kacau. Bulu-bulu terus tumbuh di tubuh mereka. Mereka lupa cara bercukur. Dan kemurungan itu jelas tampak dari wajahnya. Dan wajah itulah yang kini kita warisi dari mereka. Berjuta tahun lampau, kita pun memutuskan untuk kembali hidup sebagai mahluk komunal. Sayangnya kita sudah tak mampu lagi menciptakan hal baru bagi dunia. Kita berjalan mundur. Kita memang terlambat untuk mengantisipasi bahaya itu. Tapi, walaupun keadaan sekarang sungguh mengecewakan, dan nasib baik tetap jauh memihak kita, tetaplah bangga. Sebab, kita tak perlu belajar bahasa inggris, bahasa arab, bahasa tiongkok, bahasa indonesia, bahasa jepang, korea dan sebagainya. Kita tak perlu bahasa yang berbeda-beda. Sebab kini kita punya satu bahasa yang sama. Yang mudah memudahkan kita berkomunikasi dengan saudara-saudara kita di arab, jepang, tiongkok, inggris dan korea. Bahasa itu adalah bahasa MONYET," ujar Wan Abud kepada cucunya yang berusia 34 minggu.

Sementara dari jauh, Charles Darwin menguping pembicaraan mereka. Dalam hati dia berkata: "Suatu hari orang-orang akan tahu, kenapa tesisku mengatakan bahwa manusia itu keturunan monyet. Itu adalah pernyataan politis dan bukan akademis. Raja dan sultan di manapun berada akan sadar, bahwa mahkota dan singgasana yang mereka pakai itu tak ada gunanya. Sebab, suka tak suka, mereka berasal dari moyang yang sama dengan jelata: MONYET!"

(dikutip dari Metamorfosa Kera, Cerita pendek, Hujan Tarigan 2013)

Keadilan Sebutir Telur

Adil itu tak semudah menyebutkan sila kelima Pancasila. Bertahun-tahun lalu, ketika sebutir telur masih dibagi empat, kami selalu menunggu-nunggu sambil menghadap meja makan. Kiranya ada jagoan yang berani mengambil telur itu dan membaginya menjadi empat bagian.

Tapi kami, keempat anak Emak, semuanya memang tak mau rugi. Sebab, peraturan yang ditetapkan mendiang Emakku, bagi yang membelah telur, maka dia akan mendapatkan kesempatan terakhir untuk menerima bagian. Dan karena itulah, akhirnya mendiang Emakku membelah telur itu menjadi empat bagian. kami menerima bagian masing-masing. Sedangkan emak makan pakai sayur bersambal blacan.

Hari ini, setelah bertahun-tahun kenangan itu hidup di kepalaku, aku tersenyum. Ternyata Emak mengajarkan kami tiga ilmu penting. Pertama, dia ajarkan kami bagaimana menjadi orang yang adil, bahkan kepada diri sendiri. Kedua, dia ajarkan kami menjadi tertib, karena kami harus menunggu. Dan tak semua orang bisa tertib karena tak bisa menunggu. Dan Ketiga, kami diajarkan untuk menerima keadaan. Sebutir telur dan ketidakberanian kami menjadi orang yang adil.

Kamis, 24 Juli 2014

Berapa Cahaya yang Dibutuhkan manusia Indonesia?

Mestinya, setelah sinar matahari dibagi rata, sekeliling jadi terlihat jelas. Tapi agaknya, kegelapan yang selama ini mendera manusia Indonesia menjadi penyebab sinar matahari tak sempurna diterima mata.

Keterangan justru menyilaukan mata. Sehingga di dalam keberlimpahan cahaya, manusia Indonesia masih terus merangkak sambil meraba. 


Mereka terus bergerak, memegang batu dan mengingkarinya sebagai batu. Mereka menggapai doa, dan mengingkarinya sebagai doa, mereka mencapai harapan yang selama ini dirindukan, namun sayangnya mereka ingkari pula harapan-harapan yang sudah di genggamannya.

Belajar dari Zaman yang Miring

Alkisah, seekor kepiting jantan ditolak lamarannya setelah ibu dari seekor ikan jenis louhan mempermasalahkan cara jalan sang kepiting.

"Pokoknya, ibu tak suka dengan dia! lihat, dia berjalan miring! itu tidak normal. ibu inginkan kau memiliki masa depan yang cerah dengan bersanding dengan seekor jantan yang berjalan lurus..." kata ibu si ikan louhan.

"Tapi bu...." protes si ikan louhan
"Nggak pakai tapi-tapian! sudah titik! jangan laporan ke MK!"

Sedih hati si ikan louhan pun tak terbendung begitu si ibu mengajukan keberatannya mengenai Arjuna calon pendampingnya. Ikan louhan pun pergi menemui sang kepiting jantan untuk mengatakan sayonara, karena cintanya masuk kategori cinta terlarang...

"Abang, apa boleh buat, cinta kita harus kandas di laut Pasifik. ibuku tak sudi menerima menantu yang berjalan miring..." isak sang juwita louhan

"arrivaderci, adios amigo..." kata si ikan louhan sambil berlinang airmata.

Rabu, 16 Juli 2014

Kahfi


Oleh: Hujan Tarigan

Saiman tak tahu persis apa yang terjadi malam tadi. Namun seperti pagi yang biasa. Sinar mentari itu pun menembus jendela kamarnya, sebuah ruangan yang paling dirindukannya. Saiman membuka mata pada hari yang berbeda…

"Selamat ulang tahun,"ujar suara yang datang menembus kebekuan udara di kamarnya. Saiman mengekori asal suara. Mengedarkan matanya ke seluruh ruangan. Di sana, di ambang pintu ibunya sudah berdiri dengan anggun. Saiman membelalakkan matanya, memperjelas pemandangan yang ada di hadapannya.

Senin, 07 Juli 2014

Kupu-Kupu di Ruang Tamu

Oleh: Hujan Tarigan


BECAK membawa perempuan itu kembali ke jalan.  Menyusuri aspal yang basah disiram hujan. Melintasi gang-gang kumuh yang baru saja disapa malam.

Lepas maghrib tadi, Saiman,  pengayuh becak langganannya mengabarkan, bahwa malam ini dia tak bisa mengantarkan perempuan itu menuju ke suatu tempat atau beberapa tempat seperti biasa. Bondan, anak Saiman, akan melamar seorang perempuan. Sebelumnya kabar itu pernah juga mampir di telinga perempuan itu.

Sabtu, 29 Juni 2013

Membaca Saiman dalam Idealisme Kampung

Oleh: Jones Gultom

Judul Buku :Cerita Orang Kalah
Penerbit : Booknesia 2013
Penulis : Hujan Tarigan
Genre : Sastra (Kumpulan Cerpen)


Kumpulan cerpen “Cerita Orang Kalah” dibuka dengan cerita “Pemikul Mayat” yang sekilas tampak surealis. Ia berkisah tentang seorang bernama Saiman, yang meskipun telah mati, tapi tetap menginsipirasi masyarakat di kampungnya. Saiman layaknya sebuah mitos yang menggerakkan alam bawah sadar seseorang. Tokoh penceritanya adalah “aku”.

Minggu, 27 Mei 2012

Menunggu

Oleh: Hujan Tarigan

Saiman itu iri kepada anak-anak. Karena anak-anak telah mencuri mimpi-mimpinya. Lelaki yang tak pernah merasakan masa kanak-kanak itu dongkol setiap kali saudara atau teman-temannya datang berkunjung dengan membawa serta anak-anak mereka.

Saiman akan memelotokan mata kepada anak-anak itu dan terus memperlihatkan wajah yang tak bersahabat sepanjang kunjungan kerabatanya. Maka itulah, Saiman yang kini seorang penyair terkenal itu memilih untuk berkubang di dalam rumahnya, sambil beronani ria, merajut mimpi-mimpi yang bisa diraihnya dengan bait-bait puisi. Saiman tak kemana-mana, sebab kesunyiannya bakal terusik karena anak-anak selalu ada di setiap sudut di dunia.

Cinta Berkarat

Oleh Hujan Tarigan



  
TONGAT tetap nekat menembus hujan. Lima belas menit kemudian, dia sudah meluncur bersama deras hujan yang mengucur. Tubuhnya menggigil. Gemeretak giginya terdengar mengalahkan gelegar halilintar. Dia mesti tiba sebelum perempuan itu membatalkan niat untuk bertemu.

Pukul 20.16. Tongat masih di jalan. Sudah setengah jam molor dari kesepakatan. Apapun boleh terjadi. Apapun bisa berlaku dalam waktu sempit. Dan Tongat tak mau kehilangan kesempatan besar. Kesempatan yang sudah tujuh tahun dinantikannya. Kesempatan yang selalu diinginkannya, meski dalam mimpi sekalipun.

***

Tujuhbelas Tahun Kemudian


Oleh: Hujan Tarigan

“Hahaha, bagaimana mungkin? Kau ini penipu kelas teri yang menjual lelucon paling garing!”

“Tidak. Aku tidak sedang menipu. Justru aku korban penipuan, aku membicarakan kenyataan. Kenyataan!”

Brak! Meja kembali digebrak. Lelaki lusuh di hadapan kami menundukkan wajahnya. Tirus wajahnya yang keruh dan dandanannya yang semrawut meyakinkan kami, bahwa lelaki ini memang telah melakukan sebuah penipuan dengan menjual obat omong kosong.

Pada Peristiwa Pesta Abraham

Oleh: Hujan Tarigan












































MEMASUKI tahun kedua di pemukiman yang baru, Singodimedjo dan keluarganya belum menemukan tempat duduk yang tepat untuk dapat menyesuaikan rima dan irama hidup bertetangga. Meski berbagai cara sudah dilakukan, namun Abraham Songodimedjo merasa belum berhasil  membuat banyak perubahan di desa tempatnya sekarang berdiam. Padahal  semua ide-ide modernisasi yang ditularkannya dari tempat tinggalnya dulu di kota, sedikit demi sedikit sudah diterima oleh sebagian besar warga dusun Melikas.

Selasa, 22 Mei 2012

Aku, Seorang Lelaki dan Tunangannya



Oleh: Hujan Tarigan

Aku menyukai dia. Tak ada yang bisa membantah itu. Dengan segenap bulu-bulu yang tumbuh di tubuhku aku bersaksi, tak bisa lagi, aku hanya menginginkan dia mengisi hari-hariku.  Tapi bukan lantas berarti karena perasaan itu, aku dengan sengaja masuk ke dalam prahara yang berkecamuk di antara dia dan tunangannya.  Bukan, bukan  mutlak karena alasan itu. Kalian tidak bisa begitu saja menyudutkan aku sebagai satu-satunya tersangka yang menjadi penyebab hancurnya hubungan sepasang insan yang konon dirajut  oleh rasa sayang, cinta atau semacamnya. Tidak. Paling tidak dengarlah dulu dari mulutnya, mulutku dan mulut kekasihnya itu.

Disclaimer

Selamat datang di C3 Hujan Tarigan. Semua tulisan yang ada di blog ini dapat diapresiasi secara bebas. Silakan mengutip sebagian atau seluruh tulisan asal dengan catatan menyebutkan nama penulis dan alamat Catatan Catatan Cacat. Terima kasih atas kunjungan Anda. dan jabat erat dari Saya.