Rabu, 30 Maret 2011

The True Story About Saiman

Oleh Hujan Tarigan

(catatan usang dari sebuah kantor eL-eS-eM)

SUATU malam Saiman tengah berbicara dalam sebuah acara talk show di salah satu televisi swasta. Matanya bergerak liar. Mata yang masih sangar…

Seorang kakek yang tua melihat tayangan itu dari televisi model lama, hitam putih empat belas inch kemudian mulai bercerita kepada cucunya tentangi sebuah kota…

Dahulu kala, ketika Jakarta masih merupakan sebuah kota metropole di dunia, seorang Saiman mengendap di antara belantara beton dan gedung yang menjulang tinggi. Pahlawan kita itu berjalan menelusuri hari yang bergerak malam. Di balik pendaran cahaya lampu yang bersinar, dia terus melangkahkan kakinya dan menyibakkan sayap.

Di antara kepulan asap dan deru suara kendaraan yang antri di sepanjang jalan Sudirman, Saiman sang pengelana terus berpetualang. Dia berdiri menantang garang sinar mentari yang perlahan temaram. Saiman, memulai sebuah kisah bersama serigala-serigala kota yang lapar. Bersama kecoa-kecoa malam yang keluar dari gorong-gorong.


Lelaki yang tak lagi muda itu masih terlihat gagah, dengan kostum kebesarannya dia memulai kehidupan malam sebagai seorang cecunguk yang harus menentang rezim iklan yang tiran.

Pada waktu itu, Saiman memang seorang jagoan tiada tanding. Semua orang miskin mengelukan namanya. Semua orang meneriakkan namanya di jalan-jalan, di poster-poster yang ditempel di tembok-tembok toko dan gedung-gedung mewah. Saiman seorang idola baru bagi para pelajar di ibukota.

Memang sejak Saiman berhasil membentuk sebuah Aliansi Anti Reklame, dia semakin ternama. Apalagi ketika rencana kudetanya berhasil digagalkan oleh pemerintahan iklan yang zalim. Simpati rakyat miskin mengalir deras kepadanya. Bahkan simpati juga datang dari kalangan borjuis rendahan yang tidak dapat tempat di pemerintahan rezim yang dikenal kejam itu.

Namun begitu sedikit sekali yang tahu sejarah Saiman. Semua orang terlarut dalam euforia kemenangan demi kemenangan yang telah didapatkan aliansi itu karena mengusung Saiman sebagai ikon perlawanan. Mereka cenderung tidak mengetahui jelas asal-usul Saiman. Siapa Saiman? Dan apa latar belakang perlawanannya.

***

Sebelum Saiman menjadi simbol perjuangan rakyat miskin, Saiman adalah seorang buruh bangunan yang makan hanya sekali dalam sehari. Dia punya seorang istri dan dua orang anak. Kemelaratan telah membuatnya menjadi berani untuk hidup sebagai seorang penentang. Sejarah Saiman memang diburamkan. Oleh sebagian pihak, cerita mengenai Saiman dilebih-lebihkan dan sangat didramatisir. Sehinga menjadikan Saiman mahluk sempurna, di tingkat tertentu malah membuat Saiman seperti manusia setengah dewa.

Namun oleh sebagian lainnya, legenda Saiman justru dikisahkan sebaliknya. Saiman dikatakan seorang pengaguran amoral dan sangat malas. Kemiskinan adalah saudaranya karena malas merupakan ibu kandung Saiman. Citra Saiman sendiri sempat membias, hingga akhirnya buram. Namun yang pasti, sebuah pengadilan telah membuat Saiman menjadi dewa dan menjadi ikon trend anak muda masa kini. Wajah Saiman ada di kaos-kaos oblong, stiker-stiker yang bertuliskan "fighting for justice".

Tahun-tahun awal Saiman menjadi simbol perlawanan, revolusi fisik terjadi di kota metropole kelas dunia ini. Semua televisi habis. Tak lagi ditemukan televisi-televisi di toko elektronik. Masyarakat diminta menyerahkan televisinya dengan sukarela untuk dikumpulkan di Ikada dan kemudian dihancurkan. Pengikut aliran Saiman berjuang keras agar semua iklan pariwara dihapuskan dari ibukota negeri ini.

"Wujudkan Jakarta bebas televisi 2099!!!" teriak juru propaganda Aliansi Anti Reklame ketika itu. Mereka berkampanye ke seluruh pelosok desa dan perumahan anggota dewan. Selebaran-selebaran pembebasan Saiman dan agitasi menentang keberadaan televisi disebarkan di sepanjang jalan.

Kerja mereka sangat ampuh, dalam tempo kurang setahun mereka berhasil menyusup ke dalam sayap kanan pemerintahan, organisasi kampus, Lembaga Swadaya Masyarakat, komunitas rakyat miskin dan anti penjajahan. Mereka selalu bercerita mengenai sosok Saiman. Dan selalu mengakhiri pidato mereka dengan teriakan massif, "Saiman Juru Selamat!!!".

Kesuksesan itu sudah jelas membuat Jakarta menjadi sebuah kota yang mundur beberapa langkah ke belakang. Rakyat hanya diperbolehkan mendengarkan radio dan membaca surat kabar tanpa ilustrasi iklan. Pemboikotan ini membuat gerah pemimpin rezim ketika itu. "Bunuh Saiman!!"

Dan serangkaian aksi sabotase dilakukan oleh agen rahasia pemerintah kota Jakarta. Mereka mendirikan papan iklan yang besar, menutup Monas dengan papan elektrik yang bertuliskan merek sebuah motor buatan luar negeri. Perang dimulai! Aktivis dan relawan yang tergabung dalam Aliansi Anti Reklame memulai gerilyanya. Semua iklan dan produk-produk yang tertempel di setiap ruas jalan dicopot dan diturunkan dengan paksa.

"Ini wujud protes kita kepada pemimpin iklan yang tiran!!!" teriak mereka, seluruh rakyat yang turut menyaksikan aksi itu ikut hanyut dalam teriakan-teriakan yang menyayat. Demonstrasi vandalisme yang menurut pemerintah ibu kota Jakarta telah menguatirkan keamanan langsung mendatangkan para pasukan yang demikian besarnya.

Buntutnya, dalam sebuah insiden yang terjadi di bundaran HI suatu ketika, beratus orang ditangkap dan dibawa. Sebagian hilang dan belum ditemukan hingga hari ini.

Sebagian demonstran itu melarikan diri ke ruas jalan Sudirman namun terus dikejar dan diburu. Di bawah patung Sudirman, dimana dulu Saiman ikut menjadi buruh dan membangun patung itu, penuh darah berceceran. Sepanjang Sudirman bergelimpangan mayat demonstran.

Jalan Sudirman penuh mobil merek luar negeri yang hangus terbakar, Kawasan Sudirman, banyak gedung yang meledak oleh kemarahan massa. Sudirman, hanya di Sudirman!!

Alkisah, revolusi menentang rezim iklan berakhir. Di tempat pembuangan Saiman memperoleh siksaan yang pedih. Lima ratus ribu simpatisan loyalnya bubar dalam sebuah insiden yang memilukan. Sementara dia telah mendapat tiga kali percobaan pembunuhan atas dirinya. Salah satunya termasuk jalan santet.

***

Rezim beralih menjadi rezim yang lebih dahsyat parahnya. Sehingga setengah dari populasi rakyat Jakarta yang hidup dalam kepapaan kehilangan masa depannya. Gerakan-gerakan anti Reklame masih terus dikobarkan, namun hanya mendapat apresiasi yang minim dari rakyat Jakarta yang kembali hidup dalam pembodohan iklan.

Sementara itu, di pembuangan, Saiman masih bertarung dengan waktu. Sebenarnya ada yang lebih penting dalam hidupnya selain kampanye anti kebodohan yang telah dilakukan oleh rezim iklan televisi. Saiman harus bergelut agar tetap hidup, dia harus memikirkan kehidupan istrinya Ponirah dan Bondan, si sulung yang ternyata telah terancam untuk menjadi pegawai negeri, akibat kelakuannya yang menentang pemerintah kota.

Saiman nyaris tidak percaya dengan hasil yang diperolehnya selama 32 tahun diasingkan. Dia pikir separuh dari keuntungan popularitasnya dapat membuat dirinya menikmati masa tua, sebuah rumah yang kecil, dengan halaman luas tempat bertanam singkong, Bondan yang menjadi pegawai negeri dan si bungsu yang menjadi Sarjana Hukum. Tidak lupa mesin cuci bermerek terkenal buat istrinya, agar tidak lagi mencuci baju dengan tangannya.

Saiman kini kecewa. Lihat saja!

Lantas si Kakek menunjuk layar televisi. Di televisi Saiman telah berubah emosi…

"Saya sudah bebas sekarang, tiga puluh dua tahun dikurung telah membuat saya semakin mengerti bahwa kota ini hanya membawa kemelaratan bagi orang seperti saya," teriaknya di depan televisi.

" …masalahnya bukan pada banyaknya televisi yang sudah saya hancurkan, tapi pada kemampuan beli yang saya tak punyai, ini perampokan, ini penipuan!!! Selama ini saya mengharapkan saya tak lagi berhadapan dengan apa yang dinamakan dengan kepalsuan, maka saya bersedia untuk dikurung. Tapi, tapi apa yang saya dapatkan? Saya tak dapat keadilan dari siapa pun. Semuanya palsu… semuanya palsu..."

Saiman berdiri.

Pembawa acara mencoba menenangkan Saiman yang kalap.
"Tenang Pak, tenang…" bisiknya. Kemudian dia memberikan tanda kepada kamerawan untuk meng-cut adegan itu….
"Break, break…"

Si kakek yang tua dan cucunya tersenyum mesem ketika acara talk show yang menampilkan Saiman dipotong iklan.

"…hidung tersumbat karena flu? Minum *&% @$^#@^$#^^)&*^$#@...."

Proyek Iklan, 27 Juni 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan

Disclaimer

Selamat datang di C3 Hujan Tarigan. Semua tulisan yang ada di blog ini dapat diapresiasi secara bebas. Silakan mengutip sebagian atau seluruh tulisan asal dengan catatan menyebutkan nama penulis dan alamat Catatan Catatan Cacat. Terima kasih atas kunjungan Anda. dan jabat erat dari Saya.