Rabu, 17 Desember 2014

Zakelijk


Salam,

Dalam kalender kami, bulan Mei adalah bulan paling romantis dari bulan-bulan lain yang ada di tahun masehi. Karena hanya di bulan Mei kami bisa merasakan indahnya musim  semi yang datang dari bau keringat werker (baca: boeroeh) yang jatuh, membanjiri jalan Sudirman, Jakarta. Menjadi indah bagi kami karena pemandangan itu tak bisa dinikmati setiap hari, khusunya di luar bulan Mei.
Momen itu lah yang menjadikan bulan Mei tampak romantis.  Di dalam kalender yang kami buat pula, kami menemukan keindahan hari pertama di bulan Mei tersebut tidak begitu saja tercipta. Perkembangan kapitalisme di abad 19  yang menandakan perubahan drastis ekonomi-politik telah memicu terjadinya perjuangan kelas.

Pada 5 September 1882, parade buruh pertama dirayakan di New York. Sekitar 20 ribu pekerja di bawah Maguire dan McGuire konvoi di jalan-jalan dengan poster di dada yang bertuliskan “8 Jam Kerja, 8 Jam Istirahat,” Wow!
Itulah awal kecintaan kami pada bulan Mei. Sebab, pada perkembangan selanjutnya, hari itu menjadi semacam hari raya bagi kaum pekerja. Setelah diikuti pekerja di Oregon, pada tahun 1887 Presiden Grover Cleveland menandatangani sebuah peraturan baru: yaitu pada minggu pertama di bulan September menjadi hari LIBUR NASIONAL!


Tapi pada perkembangan selanjutnya, sebuah tragedi terjadi diawali pada tanggal 1 Mei. Peristiwa tersebut kelak kami kenali sebagai peristiwa Haymarket di AS. Dimana sekitar 400 ribu buruh menggelar aksi menuntut pengurangan jam kerja. Aksi empat hari itu akhirnya usai setelah pada 4 Mei, polisi membubarkan aksi itu dengan membantai ratusan buruh dan menangkapi pemimpinnya. Untuk mengenang tragedi itu, Kongres Internasional I yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss 1886, menetapkan 1 Mei sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia.

Hindia Belanda pun tak mau ketinggalan, pada tahun 1920 tradisi memperingati hari buruh juga dilakukan. Akan tetapi sejak pemerintahan Soeharto, hari buruh tidak lagi diperingati dan menjadi hari libur nasional. Tak hanya sampai di situ, semasa Soeharto berkuasa, memperingati 1 Mei masuk ke dalam kategori subversif, karena selalu dihubung-hubungkan dengan peristiwa 1 Oktober 1965.
Nah semenjak Orba berakhir, meski tetap tak diberi libur, merayakan 1 Mei boleh dilakukan. Buruh boleh kembali membawa poster dengan tulisan aneh-aneh dan berteriak: ”Buruh Sedunia Bersatulah!”

Bagi kami, teriakan itu romantis. Maka kami menganggap bulan Mei adalah bulan paling romantis. Red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan

Disclaimer

Selamat datang di C3 Hujan Tarigan. Semua tulisan yang ada di blog ini dapat diapresiasi secara bebas. Silakan mengutip sebagian atau seluruh tulisan asal dengan catatan menyebutkan nama penulis dan alamat Catatan Catatan Cacat. Terima kasih atas kunjungan Anda. dan jabat erat dari Saya.